Jumat, 19 September 2008

Mahasiswa Demo Pertamina Protes Konversi



BANDUNG -- Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa se-Bandung Raya, berunjuk rasa di depan Kantor Pertamina Bandung. Mereka menuntut konversi minyak tanah (minah) ke elpiji ditinjau ulang, karena menyengsarakan rakyat.


Aksi dimulai sekitar pukul 10.00 WIB dengan melakukan long march dari Pusdai ke Gedung Sate. Pengunjuk rasa laki-laki long march dengan telanjang kaki. Itu sebagai simbol penderitaan yang dialami masyarakat akibat kebijakan yang mereka tidak pro rakyat.


''Sudah beberapa hari terakhir warga mengantre untuk mendapatkan minah atau tabung gas,'' ujar Presiden BEM Institut Teknologi Telkomunkasi (ITT), M Dewangga, dalam orasinya di Gedung Sate, Jumat (5/9). Alih-alih mendapatkan satu di antara keduanya, mereka pulang dengan tangan hampa. Kalaupun bisa mendapatkannya, warga harus membeli dengan Rp 12 ribu per liter minah atau Rp 85 ribu per tabung 12 kg elpiji.


Pukul 10.30 WIB, puluhan mahasiswa bergerak menuju Kantor Pertamina Bandung. Mereka mendesak bertemu dengan pejabat Pertamina. Namun, pejabat Pertamina sedang mengikuti rapat sehingga tidak menemui mahasiswa. Pintu masuk Gedung Pertamina pun dijaga ketat aparat kepolisian.


Mahasiswa kesal dan selangkah demi selangkah mendekati pintu masuk gedung Pertamina. Saat koordinator lapangan memerintahkan untuk memaksa masuk, Sales Representatif BBM Ritel Pertamina Bandung, Zibali Hisbul Masih, menemui mahasiswa.

Puluhan mahasiswa menyerang Zibali dengan puluhan pertanyaan. Mereka pun meminta penjelasan soal langkah yang akan dilakukan Pertamina dalam satu bulan ke depan. Zibali mengungkapkan bahwa Pertamina hanyalah operator. Konversi minah ke elpiji membutuhkan kerja sama dari berbagai pihak.


Tak hanya dari mahasiswa, Pertamina juga mendapat kritik dari Komisi D DPRD Kabupaten Bandung. Lembaga itu menilai, tingginya rembesan distribusi minah disebabkan ketidaksiapan Pertamina dalam menjalankan program konversi. Komisi D juga menilai, Pertamina telah melakukan upaya sistematis untuk mengurangi angka penduduk di Indonesia.


''Bagi masyarakat di perkotaan, kalau tidak ada bahan makanan pokok seperti beras, masih ada subtitusinya. Namun, ketika tidak ada minyak tanah dan gas, masyarakat bisa tidak makan,'' ujar anggota Komisi D DPRD Kabupaten Bandung, Arifin Sobari. Menurut dia, kalau Pertamina belum sanggup melakukan konversi, sebaiknya minah tidak ditarik dari pasaran.


Langka dan melambungnya harga minah, juga berdampak buruk terhadap kelestarian hutan. Kondisi itu telah membuat sebagian warga kembali menggunakan kayu bakar. Tak ayal, kondisi tersebut memunculkan kekhawatiran terjadinya peningkatan intensitas kerusakan hutan.


Karenanya, untuk mengantisipasi hal itu, Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Perhutani Indramayu pun meningkatkan pengawasannya terhadap hutan. Selain menyiagakan kendaraan patroli, pihak Perhutani juga menyiagakan petugasnya di sekitar areal hutan. ren/rfa/lis

Jumat, 05 September 2008 pukul 23:33:00
link :
http://www.republika.co.id/launcher/view/mid/19/news_id/1622

Tidak ada komentar: