Selasa, 24 Juni 2008

solusi yang ditawarkan dari masalah mafia peradilan

1. 1. Jebak Pelakunya

Menghadapi kejahatan terencana oleh orang-orang terpelajar dan berkuasa demikian, proses investigasinya haruslah progresif. Penjebakan adalah salah satu bentuk progresivitas itu. Metode penjebakan jelas bukanlah barang haram. Ia justru cara paling efektif untuk mengungkapkan kasus-kasus kejahatan tingkat tinggi sejenis korupsi. Metode ini bahkan sudah menjadi standar pengungkapan kasus-kasus sulit di banyak negara maju. Salah satu metode penjebakan itu biasanya menggunakan penyamaran identitas (undercover).

Di Indonesia, penggunaan teknologi untuk memproduksi bukti korupsi dengan teknologi audio-video itu terbuka lebar karena Pasal 12 Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi mengatakan, dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan,

2. Eksaminasi Publik terhadap putusan kontroversial

Eksaminasi berasal dari terjemahan bahasa Inggris “examination” yang dalam Black’s Law Dictionary sebagai an investigation; search; inspection; interrogation. Atau yang dalam kamus bahasa Inggris-Indonesia sebagai ujian atau pemeriksaan. Jadi istilah eksaminasi tersebut jika dikaitkan dengan produk badan peradilan berarti ujian atau pemeriksaan terhadap putusan pengadilan/hakim.

Tujuan eksaminasi secara umum adalah untuk mengetahui, sejauh mana pertimbangan hukum dari hakim yang memutus perkara tersebut telah sesuai dengan prinsip-prinsip hukum dan apakah prosedur hukum acaranya telah diterapkan dengan benar, serta apakah putusan tersebut telah menyentuh rasa keadilan masyarakat. Disamping untuk tujuan mendorong para hakim agar membuat putusan dengan pertimbangan yang baik dan professional.14

ICM sebagai lembaga pemantau peradilan, beberapa kali melakukan eksaminasi public, seperti Eksaminasi Publik Putusan Mahkamah Konstitusi No: 005/PUU-IV/2006 tentang Pengujian UU Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial dan UU Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, Eksaminasi dan Diskusi Publik Putusan MK No. 003/PUU-IV/2006, “Implikasinya terhadap Tindak Pidana Korupsi di Indonesia”, Eksaminasi Putusan Serta Merta (UbV), Eksaminasi Putusan Perkara Kasus Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Kerjasama (STIEKER) Yogyakarta dll.

3. Jangan menyuap aparat penegak hukum dan terlibat dalam praktek mafia peradilan!!!!! Pemberantasan mafia peradilan tidak akan pernah selesai jika masyarakat sendiri terlibat dalam praktek tersebut.

4. Laporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi, Komisi Yudisial, LSM, Akademisi Pro Pemberantasan Korupsi dan/ atau Media Massa.

5. Reformasi Peradilan melalui Regulasi

• Pejabat Negara wajib menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara sesuai dengan Pasal 5 angka 3 UU Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme. “

• Sejak berdirinya Komisi Yudisial, kewenangan rekrutmen hakim agung dilakukan secara terbuka dengan tujuan untuk mendapatkan hakim agung yang jujur, berani dan anti mafia peradilan. Reformasi peradilan harus dimulai dari atas, ibarat ikan busuk maka yang harus dibuang dulu adalah kepalanya. Mereformasi Mahkamah agung lebih realistis karena jumlah hakimnya hanya 60 orang, sedangkan jumlah hakim mencapai ribuan orang. Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No: 005/PUU-IV/2006 tentang Pengujian UU Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial dan UU Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, wewenang Komisi Yudisial untuk mengawasi perilaku hakim agung “diamputasi”.

• Pembentukan Komisi Kepolisian Nasional merupakan amanat Pasal 37 ayat (2) dan Pasal 39 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang selanjutnya dibentuk melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2005 Tentang Komisi Kepolisian Nasional. Salah satu wewenang komisi kepolisian adalah menerima saran dan keluhan dari masyarakat mengenai kinerja kepolisian dan menyampaikannya kepada Presiden.

• Pembentukan Komisi Kejaksaan merupakan amanat Pasal 38 UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan, yang selanjutnya dibentuk melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2005 Tentang Komisi Kejaksaan Republik Indonesia. Tugas Komisi Kejaksaan adalah melakukan pengawasan, pemantauan, dan penilaian terhadap kinerja Jaksa dan pegawai Kejaksaan dalam melaksanakan tugas kedinasannya; melakukan pengawasan, pemantauan, dan penilaian terhadap sikap dan perilaku Jaksa dan pegawai Kejaksaan baik di dalam maupun di luar tugas kedinasan

mari kita kaji bersama tentang hal ini...

1 komentar:

David Pangemanan mengatakan...

PUTUSAN SESAT HAKIM BEJAT

Putusan PN. Jkt. Pst No.Put.G/2000/PN.Jkt.Pst membatalkan Klausula Baku yang digunakan Pelaku Usaha. Putusan ini telah dijadikan yurisprudensi.
Sebaliknya, putusan PN Surakarta No.13/Pdt.G/2006/PN.Ska justru menggunakan Klausula Baku untuk menolak gugatan. Padahal di samping tidak memiliki Seritifikat Jaminan Fidusia, Pelaku Usaha/Tergugat (PT. Tunas Financindo Sarana) terindikasi melakukan suap di Polda Jateng.
Ajaib. Di zaman terbuka ini masih ada saja hakim yang berlagak 'bodoh', lalu seenaknya membodohi dan menyesatkan masyarakat, sambil berlindung di bawah 'dokumen dan rahasia negara'.
Statemen "Hukum negara Indonesia berdiri diatas pondasi suap" (KAI) dan "Ratusan rekening liar terbanyak dimiliki oknum-oknum MA" (KPK); adalah bukti nyata moral sebagian hakim negara ini sudah terlampau sesat dan bejat. Dan nekatnya hakim bejat ini menyesatkan masyarakat konsumen Indonesia ini tentu berasarkan asumsi bahwa masyarakat akan "trimo" terhadap putusan tersebut.
Keadaan ini tentu tidak boleh dibiarkan saja. Masyarakat konsumen yang sangat dirugikan mestinya mengajukan "Perlawanan Pihak Ketiga" untuk menelanjangi kebusukan peradilan ini.
Siapa yang akan mulai??

David
HP. (0274)9345675